![]() |
| Dokumentasi saat sejumlah petugas Bea Cukai Dumai sedang melakukan penindakan rokok ilegal disalah satu toko di Kecamatan Dumai Timur, Jumat, 10 Oktober 2025 lalu (Foto: Ist) |
KABARPESISIR.CO.ID, DUMAI -- Penanganan kasus dugaan peredaran rokok ilegal oleh Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai (KPPBC) Tipe Madya Pabean B Dumai hingga kini masih menyisakan tanda tanya besar. Lebih dari satu bulan berlalu sejak penindakan pada Jumat, 10 Oktober 2025, namun perkembangan pengusutannya dinilai lamban dan membuka ruang spekulasi bahwa ada fakta yang belum sepenuhnya dibuka ke publik.
Informasi yang dihimpun menyebutkan, Bea Cukai Dumai mengeluarkan surat pemberitahuan perpanjangan penahanan terhadap tersangka berinisial ES kepada pihak keluarga berdasarkan Surat Perpanjangan Penahanan dari Kepala Kejaksaan Negeri Dumai Nomor: PRINT-2038/L.4.11/Ft.1/11/2025 tertanggal 6 November 2025, serta Surat Perintah Perpanjangan Penahanan Nomor: SPP.HAN-13/KBC.0302/PPNS/2025 tanggal 11 November 2025. Dalam surat tersebut, penahanan ES diperpanjang untuk jangka waktu 40 hari, terhitung sejak 12 November hingga 21 Desember 2025, dan ditempatkan di Rutan Kelas IIB Dumai.
ES diduga keras terlibat tindak pidana cukai terkait penimbunan dan penjualan 382.790 batang rokok ilegal jenis Sigaret Kretek Mesin (SKM) dan Sigaret Putih Mesin (SPM) berbagai merek tanpa pita cukai, yang ditemukan di sebuah toko grosir di Kecamatan Dumai Timur. Perbuatannya disangkakan melanggar Pasal 56 dan/atau Pasal 54 UU Nomor 39 Tahun 2007 jo. UU Nomor 7 Tahun 2021, sesuai Laporan Kejadian Tindak Pidana Nomor: LK-05/KBC.0320/PPNS/2025 tanggal 22 Oktober 2025.
Praktisi hukum Riau, Johanda Saputra, SH, menilai perpanjangan penahanan tersebut menunjukkan penyidik Bea Cukai masih membutuhkan tambahan alat bukti.
“Secara hukum, masa penahanan oleh penyidik paling lama 20 hari dan dapat diperpanjang 40 hari bila belum cukup bukti. Ini menandakan berkas belum lengkap atau belum P21,” ujarnya, Selasa (18/11/2025).
Johanda sejak awal juga menekankan bahwa ES bukan aktor utama, melainkan penjual partai besar yang kemungkinan dikendalikan pemasok yang lebih kuat.
“Tidak mungkin ES membeli barang hampir setengah miliar rupiah tanpa mengenal pemasoknya. Pasti ada jaringan di belakangnya. Itu yang harus diungkap,” tegasnya.
Namun upaya pencarian jawaban justru menemui jalan buntu. Kepala Seksi Penindakan dan Penyidikan (P2) Bea Cukai Dumai, Andry Irawan, selaku penyidik yang menandatangani surat perpanjangan penahanan, tidak merespons konfirmasi media. Pesan WhatsApp yang dikirim sejak 14 November 2025 hanya centang satu, diduga diblokir.
Hal serupa juga dilakukan Kasi Penyuluhan dan Layanan Informasi (PLI), Dedi Husni. Dua pejabat kunci Bea Cukai Dumai itu diduga sepakat “menghindar” dari konfirmasi media hingga berita ini diterbitkan.
Johanda mengecam keras tindakan memblokir akses informasi tersebut.
“Pemblokiran akses informasi publik oleh lembaga pelayanan negara adalah pelanggaran. Konfirmasi adalah bagian dari keseimbangan berita. Begitu dikritik, malah kontak diblokir. Dugaan kuat ada yang ditutupi,” ujarnya.
Ia meminta Menteri Keuangan Purbaya dan Dirjen Bea Cukai turun tangan mengawasi kinerja aparat di Dumai.
“Jika terbukti ada oknum terlibat atau mencoba menutupi informasi, harus segera ditindak tegas,” pungkasnya. *** (red)














0 Komentar